Minat Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan, Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, FK-KMK UGM telah menyelenggarakan Seminar Rabuan dengan tema “Harapan Dan Permasalahan Dalam Penyusunan RUU Tentang Kesehatan (Omnibus Law) Tahun 2023” pada Rabu, 12 Oktober 2022 mulai pukul 10.00-12.00 WIB melalui media online meeting zoom. Acara dibuka oleh dr. Lutfan Lazuardi, M.Kes., Ph.D selaku Ketua Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan. Diskusi dipandu oleh Dr. dr. Dwi Handono Sulistyo, M.Kes selaku moderator. Pembicara pertama adalah Indah Febrianti, S.H., M.H (Kepala Biro Hukum Kementerian Kesehatan) yang menjelaskan saat ini terdapat banyak peraturan perundang-undangan tentang kesehatan yang saat ini sudah dijalankan. Namun memang perlu penguatan untuk pelaksanaannya. Metode Omnibus Law dalam pembentukan RUU diatur dalam UU No.13 Tahun 2012. Ketika akan adanya Omnibus Law maka perlu ada dokumen perencanaan. Perlu ada kajian bersama ketika memang RUU Omnibus Law sudah ada dan sudah disepakati antara pemerintah dan DPR. Kemenkes memiliki pandangan bahwa regulasi kesehatan saat ini mempunyai jumlah yang terlalu banyak dan dapat mengarah pada regulasi yang berkualitas buruk sehingga akan berpotensi tercipta disharmoni regulasi. Regulasi yang buruk akan berpotensi untuk terjadinya saling bertentangan antara regulasi yang satu dengan yang lainnya, tumpang tindih, multi tafsir. tidak taat asas, tidak efektif, menciptakan beban yang tidak perlu, menciptakan biaya tinggi. Ibu Indah menegaskan bahwa terkait Omnibus Law Kesehatan, saat ini Kemenkes masih menunggu informasi dan koordinasi lebih lanjut dengan kementerian dan pihak terkait. Pembicara selanjutnya adalah dr. Mahesa Paranadipa Maikel, M.H (Wakil Ketua Umum 2 PB IDI Pusat) yang menyampaikan bahwa pada bulan Juni 2022 IDI pernah memaparkan terkait urgensi revisi UU Praktik Kedokteran, namun saat ini yang urgent adalah UU Pendidikan Kedokteran. Adanya naskah akademik terkait RUU Kesehatan yang beredar di sosial media membuat PB IDI merespon. Pada pasal 453, adanya mekanisme omnibus law menyatakan akan mencabut 9 UU yang sudah ada, seperti UU terkait pengaturan profesi akan dicabut. Beberapa hal yang diubah seperti terkait dokter asing, pelatihan/fellowship/gelar subspesialis, STR, SIP yang sudah tidak ada rekomendasi dari organisasi profesi, KKI dan KTKI, Majelis Penegakkan Disiplin (ad hoc). Di daftar nomor 16 RUU Prolegnas Prioritas Tahun 2022, RUU Omnibus Law Kesehatan sudah disetujui DPR, tapi belum ada di website (belum dipublikasikan secara resmi). Disisi lain ada RUU terkait obat dan pendidikan dokter yang juga disetujui oleh DPR di tahun 2023, sehingga dikhawatirkan dapat tumpang tindih. Adanya asas solus poli suprema lex esto, keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi. Sehingga IDI juga dilibatkan dalam perumusan maupun implementasi kebijakan kesehatan. Pembicara ketiga adalah Dr. Rimawati, SH, M.Hum (Dosen Fakultas Hukum UGM) yang menerangkan bahwa sistem hukum Indonesia adalah civil law system, sedangkan Omnibus Law adalah common law system, dengan adanya Omnibus Law akan ada perubahan UU di Indonesia, karena pemerintah merasa dimudahkan dengan melihat 1 regulasi saja. Dasar hukumnya di UU No 13 Tahun 2022 Perubahan Kedua UU Nomor 12 Tahun 2011, namun UU ini tidak menghapus UU No.12 Tahun 2011 tentang P3. Omnibus Law sangat berkaitan dengan upaya penyederhanaan regulasi untuk harmonisasi peraturan perundang-undangan, metode ini bisa menekan ego sektoral. Omnibus Law adalah peraturan perundang-undangan yang mengubah/mencabut beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan dari sektor-sektor yang berbeda untuk disatukan ke dalam 1 peraturan perundang-undangan. Omnibus Law bukan sebagai undang-undang payung. Teknik pembentukan UU Omnibus Law berbeda dengan UU biasa. Harus jelas perubahan atau pencabutannya, alasannya mengapa, harus ada landasan filosofis dan yuridisnya. Dalam konsep civil law system, UU menjadi kodifikasi (pembukuan hukum dalam satu himpunan UU dalam materi yang sama). Naskah Akademik (NA) semua regulasi yang akan disimplifikasi menjadi Omnibus Law akan berbeda-beda dengan UU spesifik (misal UU Kesehatan Jiwa). Omnibus Law bisa meningkatkan efisiensi biaya dan efektivitas waktu, harmonisasi pengaturan akan terjaga, partai oposisi memiliki kesempatan untuk melakukan pembahasan bersama. Implikasinya pada beberapa peraturan yang akan dicabut seperti wabah penyakit menular, kesehatan, rumah sakit, kesehatan jiwa dan kekarantinaan kesehatan. Beberapa tantangan yang akan ada yaitu permasalahan regulasi kesehatan Indonesia kompleks, adanya prinsip supremasi konstitusi, kejelasan isu dalam sistem kesehatan dan partisipasi publik dalam pembentukan RUU Kesehatan.
Sesi terakhir merupakan sesi closing statement dari para pembicara. Ibu Indah menyampai Kemenkes merasa RUU Kesehatan menjadi PR yang berat karena membutuhkan pendalaman dan kepastian dari legislatif. Kemenkes saat ini sedang concern untuk review beberapa regulasi yang berkenaan untuk transformasi beberapa pilar di sistem kesehatan. Kemenkes berkomitmen untuk mewujudkan transformasi sistem kesehatan. Kemenkes berharap adanya kolaborasi dan koordinasi dengan multi pihak untuk penyusunan regulasi. dr. Mahesa menegaskan bahwa IDI dan seluruh OP tetap menjaga komitmen untuk mendukung pemerintah dan legislatif dalam memperbaiki sistem kesehatan. IDI juga mengingatkan untuk kesehatan jangan hanya dianggap untuk kepentingan politik saja. Penyampaian terakhir adalah Bu Rima yang menyampaikan bahwa penyusunan Ombinus Law tidak hanya melihat dalam konteks teknik penyusunan saja, namun akademisi akan menyampaikan bahwa asas-asas P3 tidak ditinggalkan sehingga dalam implementasinya akan berjalan dengan baik.